Ayam berkokok terdengar di kejauhan. Waktunya shalat Subuh. Saya bangun dari sleeping bag yang saya gunakan sebagai alas tidur, mengintip sebentar keluar. Bintang-bintang masih tampak sebagian. Walau masih setengah mengantuk, saya keluar dari tenda, meregangkan badan sebentar, kemudian melemparkan pandangan ke arah laut. Siluet pohon-pohon bakau pantai Walakiri yang terkenal itu membayang di depan mata. Setelah berwudhu, saya menggelar sajadah di atas pasir & bersiap shalat. Shalat Subuh di pantai Walakiri, beratapkan langit, ditemani suara ombak kecil memecah pantai…
Tenda & sleeping bag? Yes. Ada yang sedikit berbeda di trip kali ini: kami memutuskan untuk membawa tenda & peralatan camping. Jadi, setiap kali kondisinya memungkinkan, kami memilih untuk mendirikan tenda saja & camping. Lebih irit, jelas. Tapi yang lebih dikejar adalah fleksibilitasnya. Sumba, pulau tujuan trip kami kali ini, sedang naik daun sebagai tujuan wisata baru di Indonesia & mempunyai banyak sekali destinasi yang menarik yang ingin kami datangi. Demikian banyaknya sehingga cukup memusingkan kami yang hanya berencana ngetrip selama 5 hari kali ini untuk mengatur rute perjalanan supaya bisa meng-cover tempat-tempat yang ingin kami datangi. Dengan mobil sewaan & tenda, kami bisa mengubah rencana sewaktu-waktu, tergantung tempat yang ingin kami datangi. Plus kalau kesorean di jalan, tinggal cari lokasi yang lapang, parkir mobil & dirikan tenda…
Kami juga beruntung, ada seorang teman yang tinggal di Waingapu dan bisa mencarikan mobil yang bisa disewa dengan system lepas kunci. Sistem sewa seperti ini tidak jamak di Sumba. Biasanya paket wisata yang ditawarkan kepada turis yang datang untuk berkeliling Sumba sudah meliputi kendaraan dan supir. David, seorang arsitek putra asli Waingapu yang kami kenal, menjemput kami di Bandara Umbu Mehang Kunda, kemudian membantu kami mencari mobil 4×4 yang bisa disewa tanpa supir, dengan demikian kami lebih leluasa lagi untuk mengeksplorasi Sumba hingga ke pelosok yang sulit dijangkau dengan mobil biasa. Setelah berbelanja perbekalan untuk keperluan beberapa hari, kami langsung meluncur keluar kota Waingapu, ke arah Timur menuju Pantai Walakiri..
Setelah shalat Subuh, saya segera menyiapkan kamera & tripod. Jangan sampai keduluan matahari. Madon, Andrew & Alan, kompanion perjalanan kali ini, juga sudah siap dengan gear masing-masing dan tidak membuang waktu untuk memilih spot masing-masing di pantai. Satu lagi keuntungan ngetrip model camping ini: kami bisa motret sunrise dengan leluasa. Tanpa gangguan, tanpa saingan. Tidak ada orang lain selain kami berempat di pantai yang mendunia karena jajaran pohon bakaunya yang unik ini. Pilih sendiri bagian pantai mana, pilih sendiri jajaran pohon bakau yang mana yang ingin diekspos. Bahkan para pemilik warung yang ada di pantai ini pun belum ada yang menampakkan batang hidungnya..
Sehari sebelumnya ketika kami sampai di pantai ini, jangankan memilih spot, untuk bisa memotret tanpa ada pengunjung lain yang ‘bocor’ di frame saja sudah susah setengah mati. Wisatawan lokal dan juga dari luar pulau memadati pantai dan sibuk berfoto ria pada saat sunset. Demikian ngetopnya pantai ini dengan pohon-pohon bakaunya, sampai ada beberapa rombongan wisatawan dari Ibukota yang sudah menyiapkan kostum dengan tema tertentu untuk sesi foto di pantai ini. Rombongan lain, juga dari luar Sumba, melakukan sesi foto prewedding dengan angkuhnya, tanpa peduli kalau mereka wira-wiri di depan kamera kami yang sudah terpasang dan sedang memotret. Di waktu lain, mereka juga yang marah-marah ketika saya atau teman lain muncul di background frame foto mereka, padahal kami sudah menempati spot itu sebelum mereka muncul. Untungnya mereka tidak berani untuk lebih dari sekedar ngomel-ngomel. Jadi, saya juga tidak terlalu peduli..
Menjelang gelap, kami mulai mendirikan tenda. Rupanya, ini semacam barang baru bin aneh buat pengunjung yang lain. Maka, jadi tontonan lah kami. Barang baru pula buat pengelola kawasan tersebut. “Bapak-bapak bisa lapor ke Pak RT dulu kah?” Jadilah Madon pergi ke kampung terdekat untuk lapor ke Pak RT. Salah satu pemilik warung menawarkan ikan Bawal & Bubara segar. Sip, jadi kami tidak perlu memasak sendiri untuk malam ini. Ikan bakar & tumis sayur menemani nasi hangat. Setelahnya, masih ada lagi ketela goreng dengan teh & kopi panas. Mantap!
“Kakak, kalau mau mandi, di sini juga ada kamar mandi..”, seorang anak perempuan dengan malu-malu memberitahu kami pagi itu. Sepertinya bapak atau ibunya yang meminta dia memberitahu kami kalau mereka menyediakan kamar mandi & wc umum untuk pengunjung pantai. Ada beberapa kamar mandi umum di beberapa tempat terpisah, yang dibangun oleh warga sekitar untuk digunakan oleh pengunjung pantai. Tentunya dia ingin kami menggunakan kamar mandi miliknya. Cukup bayar 5000 rupiah untuk mandi & 2000 rupiah untuk menggunakan WC. Jadi, setelah selesai memotret & sarapan, kegiatan berikutnya adalah mandi & bersih-bersih tenda. Dan si gadis kecil pun tersenyum gembira menerima penghasilan pertamanya hari itu..
Pantai masih sepi. Jadi kami juga tidak terlalu buru-buru beberes. Masih ada waktu untuk bersantai dulu sejenak sambil mendiskusikan tujuan kami selanjutnya, sebelum akhirnya kami membereskan dan menaikkan barang-barang bawaan ke bak belakang mobil, membongkar tenda, dan berangkat melanjutkan perjalanan kami di Sumba..